Dia Bernama Nadja

 

              

              

Iya, kala itu kali pertama, anakku melihatnya, dan berkomunikasi tanpa rasa takut. Berawal dari percakapan yang aku dengar dengan jelas sampai mereka tertawa selayaknya seorang teman yang berada dalam satu dunia. Dari situ aku sebagai seorang ibu melihat anaknya tertawa dan berbicara sendiri begitu asiknya entah dengan siapa, aku pikirr itu hanya imajinasi seorang anak usia 4th yang sedang bermain. Sampai dihari dimana seseorang anak kecil yang benama Nadja tidak datang untuk beberapa hari kerumahku, disitu anakku menjadi sangat pendiam, dan hanya melihat keluar jendela dari dalam kamar paling depan, dimana mereka sering bercakap. Disitu aku mulai khawatir, apa yang sedang dia lihat, apa yang sedang dia tunggu?,  “Ibu, kenapa Nadja tidak main kerumah?”, “Adek kasian sama Nadja Ibu…”

                                                               

Sembari aku memeluknya ketika beranjak tidur, aku jadi bisa membayangkan bagaimana wujud Nadja teman didunia lain anakku. Nadja sepertinya memiliki bola mata yang besar berwarna biru, berkulit putih, berhidung mancung, dan bahkan memiliki satu tangan dengan luka dimana mana yang penuh dengan darah, kurang lebihnya begitulah anakku menceritakan bagaimana wujud temannya. Sejenak aku berfikir, apa anakku hanya mengarang cerita, apa anakku hanya melihat film di televisi, aku berharapnya demikian. Jujur, aku takut, aku ingin nadja pergi dari penglihatan anakku. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk terhadap anakku. Nadja datang kerumah dijam yang sama, nadja sepertinya tidak menakutkan walaupun berlumur darah, dan sepertinya Nadja menceritakan banyak hal dengan anakku, sampai- sampai anakku bisa menyebutkan beberapa jenis makannan khas orang barat yang tidak pernah sama sekali aku kenalkan dengan anakku. 

                                                              

 Sengaja aku datangkan seorang temanku yang aku rasa bisa melihat Nadja. Benar saja setelah kedatangan Nadja yang beberapa hari absen tidak mengunjungi anakku, Nadja hadir kembali secara rutin menjelang waktu Magrib. Temankku mengatakan Nadja adalah seorang anak keturunan ras kulit putih yang mungkin dibantai waktu peperangan jaman dahulu. Nadja tidak mengganggu, Nadja hanya bermain karena gedung dimana tempat dia tinggal dibongkar dan akan didirikan perumahan rakyat. Nadja merasa terusir, kemudian dia seperti nyaman ketika anakku bisa melihat dan berkomunikasi dengan Nadja. Detik itu juga aku mengatakan kalau dia harus pergi dari penglihatan anakku, aku takut, aku seperti kembali pada waktu dimana masa kecilku aku pernah hampir mati karena makhluk seperti Nadja. Aku tidak ingin kehilangan anakku, apapun caranya akan aku lakukan. Antara rasa percaya dan tidak percaya ketika Nadja diusir dengan cara yang  tidak bisa aku ketahui dan melalui media seperti apa, saat itu anakku mengalami demam sampai berhari hari dan mengigau nama Nadja, “Ibuuuu jangan bakar Nadja, Ibuu jangan usir Nadja, Ibuuu jangan ambil Nadja….”!

Komentar